BAB I
PENDAHULUAN
“Remaja”, kata itu mengandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok manusia lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok yang sering menyusahkan orang tua. Pihak lainnya lagi menganggap bahwa remaja sebagai potensi manusia yang perlu dimanfaatkan.
Pendekataan mana pun yang dijalani oleh Pembina, sebelum ataupun bersamaan dengan usaha kongkrit dilakukan, sangat perlu adanya pengertian dan pemahaman para Pembina terhadap remaja. Satu diantara usaha pengertian dan pemahaman dimaksud adalah dengan mengetahui dan mengerti tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja. Khususnya dalam mengantar remaja menuju kematangan psikis dan ketangan sosialnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Terjadinya banyak perubahan tersebut sering menimbulkan kebingungan-kebingungan atau kegoncangan jiwa remaja, sehingga disebut sebagai periode pubertas.
Mereka bingung karena pikiran dan emosinya berjuang untuk menemukan diri, memahami dan menyeleksi serta melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di masyarakatnya, disamping perasaan ingin bebas dari segala ikatanpun muncul dengan kuatnya. Sementara fisiknya sudah cukup besear, sehingga disebut anak tidak mau dan disebut orang dewasa tidak mampu. Sehingga para ahli menyebutnya sebagai masa peralihan.[1]
B. Fase-fase Remaja dan Ciri Utamanya
Para ahli berbeda-beda pendapatnya mengenai pembagian fase remaja, dikarenakan sulitnya memberi bekas yang pasti.
Menurut Hurlock, dia membagi masa remaja menjadi dua fase, dan masing-masing fase dibaginya ke dalam sub-sub, yaitu:
1. Puberty; yang terbagi pada:
a. Fase prepuberscent : sejak tahun terakhir masa anak
b. Fase puberscent : pemisah antara anak dengan adolescence (kematangan seksual).
c. Fase post-puberscent : sejak akhir pubescent s/d 1-2 tahun masuk ke dalam fase adolescence.
2. Adolescence; yang terbagi pada:
a. Early adolescence : dari usia 13-16 atau 17 tahun
b. Late adolescence: 17 tahun ke atas sampai tercapainya kematangan secara hukum (Hurlock. 1980: 198-227).
Sedangkan Kwee Soen Liang (1980: 11) mengemukakan pembagian fase remaja ini menjadi 3f ase, yaitu:
1. Praepuberteit
Laki-laki : 13-14 tahun
Wanita : 12 – 13 tahun
Pada fase ini disebut sebaai fase negative, sturm and drang
2. Puberteit
Laki-laki : 14 – 18 tahun
Wanita : 13 – 18 tahun
Pada fase ini remaja mengalami marindu puja
3. Adolescence
Laki-laki : 19 – 23 tahun
Wanita : 18 – 21 tahun
Pada fase ini remaja sedang dalam keadaan stabil
Kemudian Hurlock (2002 : 57) membagi fase-fase perkembangan remaja menjadi tiga fase, yaitu: remaja awal, remaja tengan dan remaja akhir.
Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas maka pembagian fase remaja dapat di bagi menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase pra-remaja: mulai usia 12 – 14 tahun
2. Fase remaja : mulai usia 14 – 18 tahun
3. Fase adolescence : mulai usia 18 – 21 tahun[2]
C. Perkembangan Fisik / Seksualitas
1. Fase pra-remaja
a. Pertumbuhan badan sangat cepat, wanita nampak lebih cepat dari pada laki-laki, sehingga dapat menyebabkan seks antagonisme.
b. Pertumbuhan anggota badan dan otot-otot sering berjalan tak seimbang, sehingga dapat menimbulkan kekakuan dan kekurang serasian.
c. Seks primer dan skunder mulai berfungsi dan produktif di tandai dengan mimpi pertama bagi laki-laki, dan menstruasi pertama bagi wanita, (Bandingkan Andi Mappiare, 1982: 28-29).
2. Fase remaja
a. Bentuk badan lebih banyak memanjang daripada melebar, terutama bagian badan, kaki dan tangan.
b. Akibat berproduksinya kelenjar hormon, maka jerawat sering timbul di bagian muka.
c. Timbulnya dorongan-dorongan seksual terhadap lawan jenis, akibat matang-nya kalenjar seks.
3. Fase adolescence (akhir masa remja)
a. Pertumbuhan badan merupakan batas optimal, kecuali pertumbuhan berat badan.
b. Keadaan badan dan anggota-anggotanya menjadi berimbang, muka berubah menjadi simetris sebagaimana layaknya orang dewasa.
D. Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan masa kematangan seksual. Di dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.[3]
Granville Stanley Hall menyebut pada masa remaja awal ini sebagai perasaan yang sangat peka; remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini di istilahkannya sebagai “storm and stress”. Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah sangat dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar dengan rasa sedih, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. Soal lanjutan pendidikan dan lapangan kerja tidak dapat direncanakan dan ditentukannya. Lebih-lebih dalam persahabatan dan cinta, rasa bersahabat sering bertukar menjadi senang.[4] Di masa ini remaja juga ingin mencari kebebasan dan berusaha mencari konsep diri. Pada masa remaja akhir sikap dan perasaan relatif stabil.
E. Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan remaja timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi. Maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialistis[5] sehingga pada fase pra-remaja, remaja mempunyai sikap sosial yang negatif. Namun, pada fase remaja terjadi proses sosial, sehingga remaja mempunyai sikap sosial yang positif, suka bergaul dan membentuk kelompok-kelompok seusia.
Pada fase adolescence, perkembangan sosial remaja berada dalam periode krisis. Karena mereka berada di ambang pintu kedewasaan. Kematangan konsep diri, penerimaan dan penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitar konsep diri, penerimaan dan penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitarnya serta keharusan bertingkah laku sebagai orang dewasa, menjadi tanda Tanya besar bagi mereka, apakah sudah mampu menjadi orang dewasa, menjadi tanda Tanya besar bagi mereka, apakah sudah mampu menjadi orang dewasa dengan segala tugas dan tanggung jawabnya (Zakiah Drajad: 1977: 119).
F. Perkembangan Berpikir
Perkembangan berpikir pada remaja itu lebih kritis dibandingkan pada masa anak-anak. Pada fase remaja tingkat berpikir berada dalam stadium operasional formal yang bersifat verbal yang menekankan pada penggunaan rasio atau logika. Kemudian kemampuan berpikir operasional formal nampaknya mencapai kematangan pada fase adolescence, sehingga mampu menyusun rencana-rencana, menyusun alternative dan menentukan pilihan dalam hidup dan kehidupannya.
G. Perkembangan Moral/Nilai
Organ-organ seks yang telah matang menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula, ada keberanian mereka menonjolkan seks sarta keberanian dalam pergaulan dan menyerempet bahaya. Dari keadaan tersebut itulah kemudian sering timbul masalah dengan orang tua atau orang dewasa lainnya, hal ini terjadi sekitar usia 15 – 17 tahun.[6] Setelah masa ini, stabilitas mulai timbul dan meningkat, remaja lebih dapat mengadakan penyesuaian-penyusaian dalam aspek kehidupannya.
H. Perkembangan Jiwa Agama
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, seperti yang dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral. Sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Yang mana Tuhan dibayangkan sebagai orang yang berada di awan. Sehingga pada masa remaja mereka mungkin barusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Dalam studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu format operational religious Thought, dimana remaja memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis.
Secara fisik remaja sudah berpenampilan dewasa, tetapi secara psikologis belum. Ketidakseimbangan ini menjadikan terombang-ambing. Menghadapi gejala seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya dapat difungsikan. Tokoh dan pemuka agama mempunyai peran strategis untuk mampu melakukan pendekatan yang tepat.
Melalui pendekatan dan penelitian nilai-nilai ajaran agama yang baik, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja. Bahkan agama itu mengundang nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu pada pembentukan sikap akhlak mulia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis.
Menurut Hurlock, dia membagi masa remaja menjadi dua fase, yaitu, masa puberty dan masa adolescence sedangkan Kwoe Soen Liang, membagi fase remaja menjadi tiga fase, yaitu: praepuberteit, puberteit, dan adolescence.
Ciri-ciri penting remaja awal yaitu sekitar 12/13 – 17/18 tahun, seperti yang diungkapkan oleh Hurlock, yaitu: keinginan untuk menyendiri, berkurang kemauan untuk bekerja, kurang koordinasi fungsi-fungsi, kejemuan, kegelisahan, kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan timbul minat pada lawan jenis.
Ciri-ciri penting remaja akhir yaitu sekitar 17/18 – 21/22, ialah stabilitas mulai timbul dan meningkat, pandangan yang lebih realitas, menghadapi masalah secara lebih matang, serta perasaan menjadi lebih tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, H. 2007, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mappiare, Andi, 1982, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional.
Mubin dan Ani Cahyadi, 2006, Psikolgo Perkembangan,Ciputat, Quantum Teaching.
CINTA
Minggu, 27 Maret 2011
Kemampuan Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut penulis, dalam banyak buku, seringkali kita menemukan kesalahan dalam hal pengertian makna dari istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan”. Tidak jarang makna pertumbuhan diartikan sama dengan perkembangan. Kedua istilah tersebut penggunannya acapkali dipertukarkan (Interchange) untuk makna yang sama, padahal sesungguhnya keduanya berbeda.
Ada sebagian penulis yang lebih memilih menggunakan istilah pertumbuhan saja ketimbang istilah perkembangan begitu pula sebaliknya.
Istilah pertumbuhan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan ukuran fisik atau fisiologis atau jasmani yang secara kuantitatif semakin membesar atau semakin memanjang, sedangkan istilah perkembangan lebih tertuju kepada perubahan-perubahan aspek psikologis dan sosial.
Sebagai makhluk hidup, pada hakikatnya setiap individu pasti akan mengalami pertumbuhan fisiologis dan perkembangan non-fisiologis meliputi aspek-aspek intelek, emosi, bahasa, bakat khusus, nilai dan moral, serta sikap.
Disini penulis akan mencoba memaparkan, bukan tentang perkembangan psikologis tetapi lebih kepada pertumubuhan fisiologis atau biologis serta mengaitkannya dengan proses dan hasil belajar anak didik.
Siapa pun tidak akan menyangkal bahwa seorang tenaga pendidik, baru bisa dikatakan efektif apabila ia mampu memahami aspek pertumbuhan peserta didiknya secara komprehensif. Pemahaman ini tentu akan membantu tenaga pendidik, terutama mempermudah untuk melakukan penilaian terhadap kebutuhan anak didik dan merencanakan melakukan penilaian terhadap kebutuhan anak didik dan merencanakan tujuan, materi, prosedur belajar mengajar dengan tepat dan efektif.
Untuk memahami pertumbuhan dan perkembangan anak didik, tenaga didik diharapkan mampu berinisiatif mencari materi-materi bersumber fisiologi, psikologi, sosiologi, psikiatri, serta mampu mengintegrasikan seluruh pendapat di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pertumbuhan
Dalam pribadi tiap individu baik yang bisa terlihat atau Nampak secara kasat mata (jasmaniah) maupun yang tidak Nampak secara kasat mata (rohaniah), terdapat dua hal yang secara signifikan, berbeda, sebagai suatu kondisi yang selalu menjadikan pribadi tiap individu mengalami perubahan menuju kearah kesempurnaan. Adapun dua hal yang bersifat kondisional ke pribadi tersebut meliputi:
a. Hal pribadi materiil kuantitatif
b. Hal pribadi fungsional kualitatif.
Berlatar belakang dua hal tersebut, disinilah kiranya analisis bisa dimulai, dimana seringkali kita menemukan perbedaan konsep antara pertumbuhan dan perkembangan terutama secara definitive. Kadang-kadang makna istilah pertumbuhan dan perkembangan (Tidak sengaja) dipertukarkan sehingga menimbulkan semacam “misunderstanding” di masyarakat.
Penulis mencoba memberikan deskripsi bahwa hal pribadi materiil kuantitatif merupakan bagian yang mengalami pertumbuhan secara fisiologis, sedangkan hal pribadi fungsional kualitatif merupakan bagian yang mengalami perkembangan secara psikologis. Uraian ini kiranya “aduquate” dalam memberikan gambaran mengenai perbedaan konsep antara pertumbuhan dan perkembangan secara definitif.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materiil sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuatitatif dapat berupa pembesaran atau pertambahan yang dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi bear, dari sedikit mejadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. (Dalyono, 2001; 61).
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan “kuantitaf” yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah), yang herediter dalam bentuk prosese aktif seara berkesinambungan. (Syaiful Bahri Djamarah, 2008 ; 118).
Pertumbuhan ialah pertambahan secara kuantitatif dari substansi atau struktur yang umumnya ditandai dengan perubahan-perubahan biologis pada diri seseorang yang menuju kearah kematangan. Pertumbuhan fisik berjalan dengan cara yang berbeda-bedca, misalnya pada otak, tinggi badan, dan berat badan, perpanjangan tangan, pertumbuhan bahasa, dan lain-lain. Departemen Agama, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005; 39).
Mengenai pertumbuhan, Sunarto (2002; 39) berpendapat bahwa perubahan dapat berbentuk pertambahan ukuran panjang atau tinggi maupun berat badan. Berat badan yang semula sekitar 3 Kg ketiga dilahirkan menjadi 8-9 Kg pada umur 6 bulan. Panjangnya bayi 50 cm ketika dilahirkan menjadi 60 cm pada umur 1 tahun diikuti oleh organ-organ tubuh lain yang mengalami perubahan ukuran, antara lain volume otak yang membawa akibat terjadinya perubahan kemampuan.
Jumlah perbendaharaan kata yang dimiliki pada awalnya terbatas, namun semakin bertambah umur semakin bertambah sehingga pada umur 1,5 tahun, anak sudah mulai mampu mengucapkan rangkaian suku kata menjadi perkataan-perkataan yang mulai memiliki makna tersendiri dan berhubungan dengan suatu objek.
Kemampuyan mengidentifikasi objek-objek dilingkungan sedikit demi sedikit mulai menunjukkan peningkatan. Semua perubahan tersebut pada hakikatnya menunjukkan adanya “measurable quantitatively differences”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa istilah “pertumbuhan” memiliki arti yaitu: pertambahan dan substansi atau struktur yang ditandai dengan perubahan-perubahan biologis yang secara kuatitatif terjadi pada diri seorang individu yang menuju kearah ke sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi (biologis) tersebut dalam rentang waktu tertentu. Atau dengan istilah lain, yaitu proses transmisi dari konstitusi fisik (kondisi jasmani) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan, semisal pertambahan tinggi/berat badan.
B. Pertumbuhan Pribadi Individu
Individu manusia berasal dari materil yang sangat lemah, yaitu materiil genetis, pertumbuhan genetis pada manusia pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan proses pertumbuhan genetis pada hewan, karena keduanya merupakan organisme yang tumbuh dari kondisi yang teramat sederhana dengan satu sel tunggal menjadi banyak sel yang membentuk organisme yang bersusun begitu kompleks/rumit. Yang demikian itu seringkali diistilahkan sebagai peristiwa atau tahapan awal herediter.
Secara genetis, individu manusia terbentuk dari satu sel sperma dan satu sel telur. Satu sperma memasuki sebuah telur dan secara alamiah satu individu baru mulai mengalami pembentukan. Pada saat itu, kondisi si-ibu baik fisik maupun mental sangat mempengaruhi kehidupan awal si-individu baru. Sedangkan peranan ayah hanya memberikan kemungkinan yang tepat agar individu baru itu terkonsep secara sempurna. Sifat-sifat yang terkandung di dalam satu sel sperma yang berhasil terbuahkan merupakan apa yang diturunkan oleh si-ayah.
Setiap satu tetes sperma pria terdiri dari berjuta-juta sel sperma. Sperma berbentuk menyerupai bulatan kepala yang memiliki ekor panjang. Sperma-sperma berenang dengan cepat dengan menggunakan ekor-ekornya, mencari sasarannya. Tiap satu sel sperma mengandung masing-masing 24 “chromosomes”.
Sel telur wanita jauh lebih besar ukurannya dari sperma pria. Di dalam sel telur terdapat bahan-bahan makanan, dengan sebuah bulatan kecil ringan yang disebut “nucleus”. Ketika sebuah sel sperma berhasil menembus dinding sel telur dan berhasil masuk ke dalamnya. Maka sel sperma tersebut akan melepaskan keduapuluh empat kromosom yang dikandungnya. Sementara dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, “nucleus” dalam sel telur pun pecah dan melepaskan pula keduapuluh empat kromosom sebagai suatu kontribusi dari pihak ibu guna membentuk seorang anak.
Individu baru mulai mengalami pembentukan dari kombinasi semua kromosom yang dilepaskan, yang tiap kromosom tersebut memiliki bentuk tekstur dan sifat bawaan yang begitu beragam. Masing-masing kromosom dari pria akan berpasangan dengan masing-masing kromosom dari wanita. Dua puluh empat kromosom inilah yang memiliki andil yang sangat besar dalam menentukan bentuk fisik individu ke depannya. Proses pertumbuhan terus berlangsung dengan melalui tahapan pembagian sel (division) dan pembagian/pembelahan kembali pada sel-sel (redivision). Jika diamati dengan menggunakan mikroskop, pembelahan dan perpasangan kromosom-kromosom Nampak seperti rangkaian mata rantai yang semakin lama semakin merapat. Pada saat-saat tertentu rangkaian kromosom ini kembali mengalami proses pertumbuhan dan mulai membentuk butiran-butiran menyerupai embun yang disebut “beads” dalam jumlah besar. “Beads” berisikan “genes” yang merupakan faktor penentu hereditas.
Setelah semua tahapan itu berhasil dilalui, kemudian sel telur menjadi matang diikuti masuknya saraf dari pihak ibu. Sel-sel pada tahap ini tidak lagi tinggal bersama-sama. Manakala jumlah sel masih terbatas. Sel-sel mulai mengadakan semacam spesialisasi, yaitu beberapa menjadi sel Tulang, sel kulit, sel daging, sel otak, sel otot dan sebagainya. Semua “specialized cells” terus mengalami proses pertumbuhan dan membentuk unsur-unsur biologis manusia.
C. Hukum-hukum Berkenaan Teori Pertumbuhan
Berikut ini dipaparkan sejumlah hukum berkenaan teori pertumbuhan, yaitu:
1. Pertumbuhan merupakan kuantitatif.
Perubahan dari segi kuantitatif mencakup “division” dan perbanyakan kromosom sel-sel, penambahan jumlah gigi, rambut, pembesaran materiil jasmaniah.
2. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan
Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari keadaan sederhana sampai pada keadaan yang kompleks. Kesinambungan pertumbuhan ini pada manusia dapat kita renungkan, bagaimana bayi yang lemah tergantung, tidak berkecakapan seara berangsur-angsur dapat menjadi orang yang kuat, berdiri sendiri dan berkecakapan dalam menghadapi ujian hidup, hal ini disebabkan karena manusia tumbuh terus melalui urutan-urutan yang teratur di dalam organismenya. (Dalyono, 2001; 69).
3. Pertumbuhan merupakan sesuatu yang rumit, dimana seluruh aspek-aspek yang mempengaruhinya saling berkorelasi.
Rasa-rasanya hampir tidak mungkin kita mengenal seorang anak secara fisiologis tanpa mengenal apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh si anak. Sama halnya kita tak akan mungkin mengenal perkembangan fungsional kualitatif anak tanpa mengenal pertumbuhan materiil kuantitatif. Sebagai deskripsi yang bisa penulis berikan terdapat korelasi yang cukup erat antara “adjustment” anak disekolah dengan kondisi emosionalnya, kondisi fisiologisnya dan kapasitas mentalnya.
4. Tiap individu memiliki metode unik tersendiri untuk mengalami proses pertumbuhan.
Keunikan pertumbuhan tiap individu barangkali disebabkan oleh factor-faktor di bawah ini:
- Perbedaan materi herediter
- Perbedaan kegiatan atau aktivitas
- Perbedaan kondisi lingkungan eksternal
- Perbedaan kondisi lingkungan internal
- Perbedaan kondisi biologis.
Oleh karena itu, individu itu bisa dikatakan variatif dilihat dari sudut fisiologis atau jasmaniahnya. Contohnya, ada individu yang tinggi, pendek, kurus, gendut, mancung, pesek, putih, gelap, tampan, jelek dan seterusnya.
5. Pola dan kecepatan pertumbuhan mungkin saja dimodifikasi oleh faktor-faktor ekstern maupun intern.
Keadaan lingkungan internal macam gizi, kegiatan relaksasi, “pressure” secara mental, ketahanan fisik, dan yang lainnya sangat berperan dalam menentukan kecepatan pertumbuhan serta keterlibatan potensi-potensi pertumbuhan.
Selain itu, apabila kondisi lingkungan eksternal adalah positif, maka pertumbuhan akan lebih cepat dan keterlibatan potensi-potensi pertumbuhan akan semakin melebar.
6. “Step by step” aspek pertumbuhan berbeda-beda.
Orang tua seringkali merasa khawatir terhadap anak-anaknya yang berusia satu tahun namun dapat menyebutkan sampai tujuh kata, tetapi sekitar tiga atau empat bulan berikutnya jarang sekali menyebutkan kata-kata yang baru, bahkan beberapa kata yang dikuasai menjadi terlupakan. Daylono (2001; 70) menyebutkan bahwa tidak semua aspek pertumbuhan seperti fungsi jasmani, bahasa dan kapasitas intelektual berkembang dengan taraf yang sama dalam waktu yang sama. Hal ini sekaligus memperjelas contoh di atas.
7. Tempo pertumbuhan berbeda.
Sequence pertumbuhan bergerak dalam waktu yang tidak konstan. Belum lagi tanda-tanda seorang individu tidak muncul dalam saat-saat yang teratur. Ada saat-saat dimana proses pertumbuhan berlangsung cepat, dan begitu pula sebaliknya.
D. Aspek-aspek yang Berperan dan Turut Mempengaruhi Pertumbuhan Individu.
Proses pertumbuhan yang bersangkutan dengan perubahan struktur fisiologis sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek tertentu yang saling berkorelasi. Adapun aspek-aspek tersebut adalah:
1. Anak sebagai keseluruhan
Anak sebagai keseluruhan tumbuh oleh kondisi dan interaksi dari setiap aspek kepribadian yang ia miliki. Intelek anak berhubungan dengan kesehatan jasmaninya. Kesehatan jasmaninya sangat dipengaruhi oleh emosi-emosinya. Sedangkan kondisi emosionalnya dipengarui oleh kesuksesan anak ketika berada dilingkungan sekolah. Kapasitas mental dan ketahanan fisiologisnya. Selain itu, “beckground” keluarga dan pribadi serta kegiatan yang dijalani anak hari-harinya sangat berperan dan dalam mendukung anak tumbuh secara professional baik fisiologis dan psikologis, intelektual dan sosial.
2. Permasalahan tingkah laku sering berkorelasi dengan pola-pola pertumbuhan.
Usia psikologis individu anak turut mempengaruhi kapasitas mental yang mempengaruhi prestasi belajarnya. Pertumbuhan atau tingkat kematangan anak juga berhubungan sangat erat dengan prestasi belajar.
3. Permasalahan behavioral seringkali berkorelasi dengan pola-pola pertumbuhan
Pertumbuhan memunculkan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan problematika behavioristik. Anak-anak yang terlalu cepat dalam mengalami pertumbuhan atau terlalu lambat, atau tidak teratur dalam fase-fase pertumbuhannya tidak jarang menimbulkan permasalahan dalam pengajaran. Alasan kenapa anak mencerna makanan adalah untuk memperoleh energi guna pertumbuhan dan untuk beraktivitas. Ketika sebagian besar energi yang terkumpul digunakan untuk pertumbuhan, maka aktivitas akan berkurang. Begitu pula sebaliknya.
4. Penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan
Peristiwa-peristiwa yang pribadi pada individu anak akibat pertumbuhan dan setelah dihadapkan “challenges” cultural masyarakat utamanya harapan-harapan orang tua, guru, dan teman sebaya, tercemin dalam “adjustment” yang dilakoni si anak dalam kehidupan sosial. Anak yang tidak menunjukkan kelainan-kelainan yang menonjol dalam interaksi sosialnya dapat berarti bahwa anak itu tumbuh dalam kondisi yang normal. Pertumbuhan yang tidak biasa yang dialami anak dapat menimbulkan kelainan dan hambatan dalam hal penyesuaian diri dalam interaksi sosial.
Fungsi-fungsi kepribadian baik fisiologis maupun psikologis sangat mempengaruhi mental dan kegiatan belajar anak. Salah satunya adalah fungsi otak dan saraf dalam usaha membuat anak menjadi reseptif terhadap pelajaran yang disampaikan.
Menurut Jean Rosseau (1712-1778) dalam tahap perkembangan masa kanak-kanak, yaitu antara umur 2 sampai 12 tahun, perkembangan pribadi anak dimulai dengan makin berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan observasi. Perkembangan fungsi ini memperkuat fungsi perkembangan pengamatan anak. Perkembangan tiap aspek psikologis anak pada fase ini sangat dipengaruhi oleh pengamatannya.
E. Pengaruh Kondisi Fisiologis Terhadap Belajar Anak
Kondisi fisiologis anak didik tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses pembelajaran. Kondisi fisiologis yang baik jelas menjadi syarat mutlak terciptanya pembelajaran yang kondusif dan interaksi yang baik antara guru dan anak didik sebagai komponen utama pendidikan. Apabila kita mampu berpikir secara logis, maka kita akan menemukan alasan-alasan mengapa kondisi fisiologis anak yang baik sangat menunjang keberhasilan anak didik tersebut dalam menerima pelajaran.
Anak yang mengalami cacat fisik seperti buta, tuli, pincang, lumpuh, kaki atau tangan buntung pasti akan menghadapi kendala dalam proses belajar. Metode dan media belajar yang mereka bisa gunakan pasti akan sangat terbatas, dan khusus. Pembelajaran yang bisa diaplikasikan untuk anak-anak yang mengalami cacat fisik berbeda dengan pembelajaran yang bisa diaplikasikan untuk anak-anak yang normal. Mereka (anak-anak yang mengalami cacat fisik) akan menghadapi kesulitan terutama pada segmen-segmen tertentu yang menuntut mereka mengerahkan kemampuan panca indera mereka untuk menyerap pelajaran.
Anak-anak yang sedang sakit seperti demam (fever), sakit kepala (haedache), sakit gigi (tootache), sakit perut (stomachache), pilek, cidera otot, cidera tulang, penyakit-penyakit kronis seperti kanker otak dan lain sebagainya jelas tidak akan mampu menyerap materi pelajaran secara maksimal sebagaimana anak-anak yang sehat, apalagi anak-anak yang mengalami koma atau tidak sadar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan atau peningkatan secara kuantitatif dari substansi atau strutktur yang pada umumnya ditandai dengan perubahan-perubahan biologis pada diri suatu individu yang menuju ke arah kematangan, akibat pengaruh lingkungan pertumbuhan fisik berlangsung dengan cara yang biasa dikatakan bervariasi, misalnya pada otak, tinggi dan berat badan, perpanjangan tangan, pertumbuhan bahasa, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan, mulai dari kondisi yang simpel sampai pada keadaan yang tergolong kompleks. Kesinambungan pertumbuhan ini pada individu manusia dapat kita renungkan, bagaimana bayi yang lemah tergantung, tidak berkecakapan dalam menghadapi tantangan dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia terus-menerus mengalami proses pertumbuhan dalam step-step yang teratur dalam organismenya.
Adapun mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pertumbuhan, diantaranya dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan suatu proses yang kuantitatif, walaupun sebenarnya masih ada orang yang mengatakan atau berpendapat bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang bukan hanya mencakup beberapa hal secara kuantitatif tetapi juga kualitatif. Namun disini penulis berpendapat bahwa pertumbuhan adalah proses kuantitatif, agar tidak menyeberang ke arah perkembangan yang bersifat non-biologis. Pertumbuhan juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan, dalam tempo yang tentunya berbeda, rumit dimana seluruh aspek-aspek yang mempengaruhinya saling berkorelasi, selain itu tiap individu memiliki metode unik tersendiri untuk berproses dalam pertumbuhan, pola dan kecepatan pertumbuhan barangkali dimodifikasi oleh faktor-faktor dalam maupun luar, dan tahapan pertumbuhan berbeda-beda.
Adapun aspek-aspek yang berandil besar dalam mempengaruhi pertumbuhan individu, diantaranya adalah memandang anak sebagai suatu keseluruhan, permasalahan behavioral seringkali berkorelasi dengan pola-pola pertumbuhan, dan penyesuaian pribadi dan sosial juga merefleksikan suatu dinamika pertumbuhan.
Setiap orang yang mampu berpikir secara logis tentu tidak akan menyangkal bahwa kondisi fisik berperan signifikan dalam menentukan lancar tidaknya seorang anak dalam menerima pelajaran. Anak yang mengalami cacat lahir, sakit atau kelelahan tentu tidak akan mudah mencerna pelajaran sebagaimana anak yang tumbuh secara normal, sehat dan dalam keadaan yang fit dan siap menerima pelajaran tersebut.
Begitu pula anak-anak yang sedang dalam kondisi kelelahan sehabis melakukan kegiatan fisik seperti berolah-raga, tidak akan langsung bisa berkonsentrasi menerima materi pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Agama. 2005. Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Departemen Agama, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sunarto, H, dan Ny. B. Agung Hartanto. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali .
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali.
PENDAHULUAN
Menurut penulis, dalam banyak buku, seringkali kita menemukan kesalahan dalam hal pengertian makna dari istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan”. Tidak jarang makna pertumbuhan diartikan sama dengan perkembangan. Kedua istilah tersebut penggunannya acapkali dipertukarkan (Interchange) untuk makna yang sama, padahal sesungguhnya keduanya berbeda.
Ada sebagian penulis yang lebih memilih menggunakan istilah pertumbuhan saja ketimbang istilah perkembangan begitu pula sebaliknya.
Istilah pertumbuhan diberi makna dan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan ukuran fisik atau fisiologis atau jasmani yang secara kuantitatif semakin membesar atau semakin memanjang, sedangkan istilah perkembangan lebih tertuju kepada perubahan-perubahan aspek psikologis dan sosial.
Sebagai makhluk hidup, pada hakikatnya setiap individu pasti akan mengalami pertumbuhan fisiologis dan perkembangan non-fisiologis meliputi aspek-aspek intelek, emosi, bahasa, bakat khusus, nilai dan moral, serta sikap.
Disini penulis akan mencoba memaparkan, bukan tentang perkembangan psikologis tetapi lebih kepada pertumubuhan fisiologis atau biologis serta mengaitkannya dengan proses dan hasil belajar anak didik.
Siapa pun tidak akan menyangkal bahwa seorang tenaga pendidik, baru bisa dikatakan efektif apabila ia mampu memahami aspek pertumbuhan peserta didiknya secara komprehensif. Pemahaman ini tentu akan membantu tenaga pendidik, terutama mempermudah untuk melakukan penilaian terhadap kebutuhan anak didik dan merencanakan melakukan penilaian terhadap kebutuhan anak didik dan merencanakan tujuan, materi, prosedur belajar mengajar dengan tepat dan efektif.
Untuk memahami pertumbuhan dan perkembangan anak didik, tenaga didik diharapkan mampu berinisiatif mencari materi-materi bersumber fisiologi, psikologi, sosiologi, psikiatri, serta mampu mengintegrasikan seluruh pendapat di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pertumbuhan
Dalam pribadi tiap individu baik yang bisa terlihat atau Nampak secara kasat mata (jasmaniah) maupun yang tidak Nampak secara kasat mata (rohaniah), terdapat dua hal yang secara signifikan, berbeda, sebagai suatu kondisi yang selalu menjadikan pribadi tiap individu mengalami perubahan menuju kearah kesempurnaan. Adapun dua hal yang bersifat kondisional ke pribadi tersebut meliputi:
a. Hal pribadi materiil kuantitatif
b. Hal pribadi fungsional kualitatif.
Berlatar belakang dua hal tersebut, disinilah kiranya analisis bisa dimulai, dimana seringkali kita menemukan perbedaan konsep antara pertumbuhan dan perkembangan terutama secara definitive. Kadang-kadang makna istilah pertumbuhan dan perkembangan (Tidak sengaja) dipertukarkan sehingga menimbulkan semacam “misunderstanding” di masyarakat.
Penulis mencoba memberikan deskripsi bahwa hal pribadi materiil kuantitatif merupakan bagian yang mengalami pertumbuhan secara fisiologis, sedangkan hal pribadi fungsional kualitatif merupakan bagian yang mengalami perkembangan secara psikologis. Uraian ini kiranya “aduquate” dalam memberikan gambaran mengenai perbedaan konsep antara pertumbuhan dan perkembangan secara definitif.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materiil sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuatitatif dapat berupa pembesaran atau pertambahan yang dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi bear, dari sedikit mejadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. (Dalyono, 2001; 61).
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan “kuantitaf” yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah), yang herediter dalam bentuk prosese aktif seara berkesinambungan. (Syaiful Bahri Djamarah, 2008 ; 118).
Pertumbuhan ialah pertambahan secara kuantitatif dari substansi atau struktur yang umumnya ditandai dengan perubahan-perubahan biologis pada diri seseorang yang menuju kearah kematangan. Pertumbuhan fisik berjalan dengan cara yang berbeda-bedca, misalnya pada otak, tinggi badan, dan berat badan, perpanjangan tangan, pertumbuhan bahasa, dan lain-lain. Departemen Agama, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005; 39).
Mengenai pertumbuhan, Sunarto (2002; 39) berpendapat bahwa perubahan dapat berbentuk pertambahan ukuran panjang atau tinggi maupun berat badan. Berat badan yang semula sekitar 3 Kg ketiga dilahirkan menjadi 8-9 Kg pada umur 6 bulan. Panjangnya bayi 50 cm ketika dilahirkan menjadi 60 cm pada umur 1 tahun diikuti oleh organ-organ tubuh lain yang mengalami perubahan ukuran, antara lain volume otak yang membawa akibat terjadinya perubahan kemampuan.
Jumlah perbendaharaan kata yang dimiliki pada awalnya terbatas, namun semakin bertambah umur semakin bertambah sehingga pada umur 1,5 tahun, anak sudah mulai mampu mengucapkan rangkaian suku kata menjadi perkataan-perkataan yang mulai memiliki makna tersendiri dan berhubungan dengan suatu objek.
Kemampuyan mengidentifikasi objek-objek dilingkungan sedikit demi sedikit mulai menunjukkan peningkatan. Semua perubahan tersebut pada hakikatnya menunjukkan adanya “measurable quantitatively differences”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa istilah “pertumbuhan” memiliki arti yaitu: pertambahan dan substansi atau struktur yang ditandai dengan perubahan-perubahan biologis yang secara kuatitatif terjadi pada diri seorang individu yang menuju kearah ke sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi (biologis) tersebut dalam rentang waktu tertentu. Atau dengan istilah lain, yaitu proses transmisi dari konstitusi fisik (kondisi jasmani) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan, semisal pertambahan tinggi/berat badan.
B. Pertumbuhan Pribadi Individu
Individu manusia berasal dari materil yang sangat lemah, yaitu materiil genetis, pertumbuhan genetis pada manusia pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan proses pertumbuhan genetis pada hewan, karena keduanya merupakan organisme yang tumbuh dari kondisi yang teramat sederhana dengan satu sel tunggal menjadi banyak sel yang membentuk organisme yang bersusun begitu kompleks/rumit. Yang demikian itu seringkali diistilahkan sebagai peristiwa atau tahapan awal herediter.
Secara genetis, individu manusia terbentuk dari satu sel sperma dan satu sel telur. Satu sperma memasuki sebuah telur dan secara alamiah satu individu baru mulai mengalami pembentukan. Pada saat itu, kondisi si-ibu baik fisik maupun mental sangat mempengaruhi kehidupan awal si-individu baru. Sedangkan peranan ayah hanya memberikan kemungkinan yang tepat agar individu baru itu terkonsep secara sempurna. Sifat-sifat yang terkandung di dalam satu sel sperma yang berhasil terbuahkan merupakan apa yang diturunkan oleh si-ayah.
Setiap satu tetes sperma pria terdiri dari berjuta-juta sel sperma. Sperma berbentuk menyerupai bulatan kepala yang memiliki ekor panjang. Sperma-sperma berenang dengan cepat dengan menggunakan ekor-ekornya, mencari sasarannya. Tiap satu sel sperma mengandung masing-masing 24 “chromosomes”.
Sel telur wanita jauh lebih besar ukurannya dari sperma pria. Di dalam sel telur terdapat bahan-bahan makanan, dengan sebuah bulatan kecil ringan yang disebut “nucleus”. Ketika sebuah sel sperma berhasil menembus dinding sel telur dan berhasil masuk ke dalamnya. Maka sel sperma tersebut akan melepaskan keduapuluh empat kromosom yang dikandungnya. Sementara dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, “nucleus” dalam sel telur pun pecah dan melepaskan pula keduapuluh empat kromosom sebagai suatu kontribusi dari pihak ibu guna membentuk seorang anak.
Individu baru mulai mengalami pembentukan dari kombinasi semua kromosom yang dilepaskan, yang tiap kromosom tersebut memiliki bentuk tekstur dan sifat bawaan yang begitu beragam. Masing-masing kromosom dari pria akan berpasangan dengan masing-masing kromosom dari wanita. Dua puluh empat kromosom inilah yang memiliki andil yang sangat besar dalam menentukan bentuk fisik individu ke depannya. Proses pertumbuhan terus berlangsung dengan melalui tahapan pembagian sel (division) dan pembagian/pembelahan kembali pada sel-sel (redivision). Jika diamati dengan menggunakan mikroskop, pembelahan dan perpasangan kromosom-kromosom Nampak seperti rangkaian mata rantai yang semakin lama semakin merapat. Pada saat-saat tertentu rangkaian kromosom ini kembali mengalami proses pertumbuhan dan mulai membentuk butiran-butiran menyerupai embun yang disebut “beads” dalam jumlah besar. “Beads” berisikan “genes” yang merupakan faktor penentu hereditas.
Setelah semua tahapan itu berhasil dilalui, kemudian sel telur menjadi matang diikuti masuknya saraf dari pihak ibu. Sel-sel pada tahap ini tidak lagi tinggal bersama-sama. Manakala jumlah sel masih terbatas. Sel-sel mulai mengadakan semacam spesialisasi, yaitu beberapa menjadi sel Tulang, sel kulit, sel daging, sel otak, sel otot dan sebagainya. Semua “specialized cells” terus mengalami proses pertumbuhan dan membentuk unsur-unsur biologis manusia.
C. Hukum-hukum Berkenaan Teori Pertumbuhan
Berikut ini dipaparkan sejumlah hukum berkenaan teori pertumbuhan, yaitu:
1. Pertumbuhan merupakan kuantitatif.
Perubahan dari segi kuantitatif mencakup “division” dan perbanyakan kromosom sel-sel, penambahan jumlah gigi, rambut, pembesaran materiil jasmaniah.
2. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan
Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari keadaan sederhana sampai pada keadaan yang kompleks. Kesinambungan pertumbuhan ini pada manusia dapat kita renungkan, bagaimana bayi yang lemah tergantung, tidak berkecakapan seara berangsur-angsur dapat menjadi orang yang kuat, berdiri sendiri dan berkecakapan dalam menghadapi ujian hidup, hal ini disebabkan karena manusia tumbuh terus melalui urutan-urutan yang teratur di dalam organismenya. (Dalyono, 2001; 69).
3. Pertumbuhan merupakan sesuatu yang rumit, dimana seluruh aspek-aspek yang mempengaruhinya saling berkorelasi.
Rasa-rasanya hampir tidak mungkin kita mengenal seorang anak secara fisiologis tanpa mengenal apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh si anak. Sama halnya kita tak akan mungkin mengenal perkembangan fungsional kualitatif anak tanpa mengenal pertumbuhan materiil kuantitatif. Sebagai deskripsi yang bisa penulis berikan terdapat korelasi yang cukup erat antara “adjustment” anak disekolah dengan kondisi emosionalnya, kondisi fisiologisnya dan kapasitas mentalnya.
4. Tiap individu memiliki metode unik tersendiri untuk mengalami proses pertumbuhan.
Keunikan pertumbuhan tiap individu barangkali disebabkan oleh factor-faktor di bawah ini:
- Perbedaan materi herediter
- Perbedaan kegiatan atau aktivitas
- Perbedaan kondisi lingkungan eksternal
- Perbedaan kondisi lingkungan internal
- Perbedaan kondisi biologis.
Oleh karena itu, individu itu bisa dikatakan variatif dilihat dari sudut fisiologis atau jasmaniahnya. Contohnya, ada individu yang tinggi, pendek, kurus, gendut, mancung, pesek, putih, gelap, tampan, jelek dan seterusnya.
5. Pola dan kecepatan pertumbuhan mungkin saja dimodifikasi oleh faktor-faktor ekstern maupun intern.
Keadaan lingkungan internal macam gizi, kegiatan relaksasi, “pressure” secara mental, ketahanan fisik, dan yang lainnya sangat berperan dalam menentukan kecepatan pertumbuhan serta keterlibatan potensi-potensi pertumbuhan.
Selain itu, apabila kondisi lingkungan eksternal adalah positif, maka pertumbuhan akan lebih cepat dan keterlibatan potensi-potensi pertumbuhan akan semakin melebar.
6. “Step by step” aspek pertumbuhan berbeda-beda.
Orang tua seringkali merasa khawatir terhadap anak-anaknya yang berusia satu tahun namun dapat menyebutkan sampai tujuh kata, tetapi sekitar tiga atau empat bulan berikutnya jarang sekali menyebutkan kata-kata yang baru, bahkan beberapa kata yang dikuasai menjadi terlupakan. Daylono (2001; 70) menyebutkan bahwa tidak semua aspek pertumbuhan seperti fungsi jasmani, bahasa dan kapasitas intelektual berkembang dengan taraf yang sama dalam waktu yang sama. Hal ini sekaligus memperjelas contoh di atas.
7. Tempo pertumbuhan berbeda.
Sequence pertumbuhan bergerak dalam waktu yang tidak konstan. Belum lagi tanda-tanda seorang individu tidak muncul dalam saat-saat yang teratur. Ada saat-saat dimana proses pertumbuhan berlangsung cepat, dan begitu pula sebaliknya.
D. Aspek-aspek yang Berperan dan Turut Mempengaruhi Pertumbuhan Individu.
Proses pertumbuhan yang bersangkutan dengan perubahan struktur fisiologis sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek tertentu yang saling berkorelasi. Adapun aspek-aspek tersebut adalah:
1. Anak sebagai keseluruhan
Anak sebagai keseluruhan tumbuh oleh kondisi dan interaksi dari setiap aspek kepribadian yang ia miliki. Intelek anak berhubungan dengan kesehatan jasmaninya. Kesehatan jasmaninya sangat dipengaruhi oleh emosi-emosinya. Sedangkan kondisi emosionalnya dipengarui oleh kesuksesan anak ketika berada dilingkungan sekolah. Kapasitas mental dan ketahanan fisiologisnya. Selain itu, “beckground” keluarga dan pribadi serta kegiatan yang dijalani anak hari-harinya sangat berperan dan dalam mendukung anak tumbuh secara professional baik fisiologis dan psikologis, intelektual dan sosial.
2. Permasalahan tingkah laku sering berkorelasi dengan pola-pola pertumbuhan.
Usia psikologis individu anak turut mempengaruhi kapasitas mental yang mempengaruhi prestasi belajarnya. Pertumbuhan atau tingkat kematangan anak juga berhubungan sangat erat dengan prestasi belajar.
3. Permasalahan behavioral seringkali berkorelasi dengan pola-pola pertumbuhan
Pertumbuhan memunculkan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan problematika behavioristik. Anak-anak yang terlalu cepat dalam mengalami pertumbuhan atau terlalu lambat, atau tidak teratur dalam fase-fase pertumbuhannya tidak jarang menimbulkan permasalahan dalam pengajaran. Alasan kenapa anak mencerna makanan adalah untuk memperoleh energi guna pertumbuhan dan untuk beraktivitas. Ketika sebagian besar energi yang terkumpul digunakan untuk pertumbuhan, maka aktivitas akan berkurang. Begitu pula sebaliknya.
4. Penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan
Peristiwa-peristiwa yang pribadi pada individu anak akibat pertumbuhan dan setelah dihadapkan “challenges” cultural masyarakat utamanya harapan-harapan orang tua, guru, dan teman sebaya, tercemin dalam “adjustment” yang dilakoni si anak dalam kehidupan sosial. Anak yang tidak menunjukkan kelainan-kelainan yang menonjol dalam interaksi sosialnya dapat berarti bahwa anak itu tumbuh dalam kondisi yang normal. Pertumbuhan yang tidak biasa yang dialami anak dapat menimbulkan kelainan dan hambatan dalam hal penyesuaian diri dalam interaksi sosial.
Fungsi-fungsi kepribadian baik fisiologis maupun psikologis sangat mempengaruhi mental dan kegiatan belajar anak. Salah satunya adalah fungsi otak dan saraf dalam usaha membuat anak menjadi reseptif terhadap pelajaran yang disampaikan.
Menurut Jean Rosseau (1712-1778) dalam tahap perkembangan masa kanak-kanak, yaitu antara umur 2 sampai 12 tahun, perkembangan pribadi anak dimulai dengan makin berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan observasi. Perkembangan fungsi ini memperkuat fungsi perkembangan pengamatan anak. Perkembangan tiap aspek psikologis anak pada fase ini sangat dipengaruhi oleh pengamatannya.
E. Pengaruh Kondisi Fisiologis Terhadap Belajar Anak
Kondisi fisiologis anak didik tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses pembelajaran. Kondisi fisiologis yang baik jelas menjadi syarat mutlak terciptanya pembelajaran yang kondusif dan interaksi yang baik antara guru dan anak didik sebagai komponen utama pendidikan. Apabila kita mampu berpikir secara logis, maka kita akan menemukan alasan-alasan mengapa kondisi fisiologis anak yang baik sangat menunjang keberhasilan anak didik tersebut dalam menerima pelajaran.
Anak yang mengalami cacat fisik seperti buta, tuli, pincang, lumpuh, kaki atau tangan buntung pasti akan menghadapi kendala dalam proses belajar. Metode dan media belajar yang mereka bisa gunakan pasti akan sangat terbatas, dan khusus. Pembelajaran yang bisa diaplikasikan untuk anak-anak yang mengalami cacat fisik berbeda dengan pembelajaran yang bisa diaplikasikan untuk anak-anak yang normal. Mereka (anak-anak yang mengalami cacat fisik) akan menghadapi kesulitan terutama pada segmen-segmen tertentu yang menuntut mereka mengerahkan kemampuan panca indera mereka untuk menyerap pelajaran.
Anak-anak yang sedang sakit seperti demam (fever), sakit kepala (haedache), sakit gigi (tootache), sakit perut (stomachache), pilek, cidera otot, cidera tulang, penyakit-penyakit kronis seperti kanker otak dan lain sebagainya jelas tidak akan mampu menyerap materi pelajaran secara maksimal sebagaimana anak-anak yang sehat, apalagi anak-anak yang mengalami koma atau tidak sadar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan atau peningkatan secara kuantitatif dari substansi atau strutktur yang pada umumnya ditandai dengan perubahan-perubahan biologis pada diri suatu individu yang menuju ke arah kematangan, akibat pengaruh lingkungan pertumbuhan fisik berlangsung dengan cara yang biasa dikatakan bervariasi, misalnya pada otak, tinggi dan berat badan, perpanjangan tangan, pertumbuhan bahasa, dan lain sebagainya.
Pertumbuhan juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan, mulai dari kondisi yang simpel sampai pada keadaan yang tergolong kompleks. Kesinambungan pertumbuhan ini pada individu manusia dapat kita renungkan, bagaimana bayi yang lemah tergantung, tidak berkecakapan dalam menghadapi tantangan dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia terus-menerus mengalami proses pertumbuhan dalam step-step yang teratur dalam organismenya.
Adapun mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pertumbuhan, diantaranya dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan suatu proses yang kuantitatif, walaupun sebenarnya masih ada orang yang mengatakan atau berpendapat bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang bukan hanya mencakup beberapa hal secara kuantitatif tetapi juga kualitatif. Namun disini penulis berpendapat bahwa pertumbuhan adalah proses kuantitatif, agar tidak menyeberang ke arah perkembangan yang bersifat non-biologis. Pertumbuhan juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan, dalam tempo yang tentunya berbeda, rumit dimana seluruh aspek-aspek yang mempengaruhinya saling berkorelasi, selain itu tiap individu memiliki metode unik tersendiri untuk berproses dalam pertumbuhan, pola dan kecepatan pertumbuhan barangkali dimodifikasi oleh faktor-faktor dalam maupun luar, dan tahapan pertumbuhan berbeda-beda.
Adapun aspek-aspek yang berandil besar dalam mempengaruhi pertumbuhan individu, diantaranya adalah memandang anak sebagai suatu keseluruhan, permasalahan behavioral seringkali berkorelasi dengan pola-pola pertumbuhan, dan penyesuaian pribadi dan sosial juga merefleksikan suatu dinamika pertumbuhan.
Setiap orang yang mampu berpikir secara logis tentu tidak akan menyangkal bahwa kondisi fisik berperan signifikan dalam menentukan lancar tidaknya seorang anak dalam menerima pelajaran. Anak yang mengalami cacat lahir, sakit atau kelelahan tentu tidak akan mudah mencerna pelajaran sebagaimana anak yang tumbuh secara normal, sehat dan dalam keadaan yang fit dan siap menerima pelajaran tersebut.
Begitu pula anak-anak yang sedang dalam kondisi kelelahan sehabis melakukan kegiatan fisik seperti berolah-raga, tidak akan langsung bisa berkonsentrasi menerima materi pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Agama. 2005. Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Departemen Agama, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sunarto, H, dan Ny. B. Agung Hartanto. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali .
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali.
Iman Kepada Allah dan Rasul
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai mana yang telah kita ketahui bersama bahwa kita tidak akan lepas dengan apa yang namanya aturan-aturan yang terkait dengan hidup dan kehidupan kita sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk mentaati dan mematuhi segala ajarannya.
Sebagai umat islam kita harus berpegang teguh kepada tali agama Allah swt yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dan telah kita ketahui pula banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang kita jadikan pedoman menjalani kehidupan agar mencapai ridha Allah swt.
Untuk menjadi umat islam yang sempurna maka kita harus beriman kepada Allah swt dan rasulnya dan kitab-kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Di kesempatan ini kami akan membahas tentang penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban mematuhi Allah dan rasul-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
136. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Setelah memerintahkan berbuat adil, dan agar keadilan dapat berkesinambungan dari seseorang dan dapat terus-menerus ditegakkan, maka dilanjutkannya dengan nasihat yang dapat mengantar ke arah penegakkan keadilan dan kesinambungannya yaitu memelihara dan terus-menerus meningkatkan keimanan. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pelihara dan asah serta asuh iman itu, demikian juga iman kepada kitab yang Allah turunkan sekaligus sebelumnya seperti Taurat, Injil, dan Zabur. Barang siapa yang membawanya kepada nabi-nabi dan barang siapa yang kafir kepada Llah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dari jenis manusia atau malaikat dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat dengan kesesatan yang sangat jauh.
Panggilan kepada orang-orang yang beriman pada awal ayat ini, yang disusul dengan perintah beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman tetapi ada sesuatu yang kurang dalam keimanan mereka sehingga ayat ini memerintahkan untuk menyempurnakannya. Penganut faham ini menyatakan bahwa meraka yang diajak oleh ayat ini adalah sementara bekas penganut agama Yahudi yang telah masuk Islam tetapi masih terdapat dalam benak mereka hal-hal yang mereka percayai, yang tidak sejalan dengan iman Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Ada juga yang memahami ayat ini ditujukkan kepada orang-orang munafik yang memang keimanan masih sangat lemah. Selanjutnya seperti terbaca sebelum ini, ada juga yang memahaminya dalam arti perintah kepda kaum mukminin, agar mempertahankan, bahkan megnasah dan mengasuh iman mereka, agar dari hari ke hari semakin kuat. Memang iman dapat demikian kuat sehingga seperti kata Sayyidan Ali kw. “Seandainya tabir yang mencapai puncaknya).
Thatathaba’I mempunyai pendapat yang sedikit berbeda. Menurutnya perintah beriman untuk orang-orang beriman, adalah perintah mengimani rincian yang disebut oleh ayat ini. Ini menurutnya karena adanya rincian tersebut, yakni beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan seterusnya sebagaimana rincian yang disebut oleh ayat ini. Ini menurutnya karena adanya rincian tersebut, yakni beriman kepada Allah, Rasul-Nya seterusnya sebagaimana terbaca di atas, juga karena adanya ancaman bagi yang meninggalkan keimanan itu, yakni disinggung oleh akhir ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya. Rincian yang disebut oelh ayat ini berkaitan satu dengan lainnya dan mengharuskan yang beriman kepada salah satunya beriman pula pada selainnya. Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki nama-nama/sifat-sifat terpuji. Keyakinan ini mengantar pada keyakinan bahwa Dia juga yang menciptakan makhluk dan member mereka petunjuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi serta membangkitkan mereka kelak di hari kemudian. Ini tidak akan sempurna kecuali dengan mengutus para nabi dan rasul, member mereka kitab suci yang menjadi pedoman untuk menyelesaikan perselisihan manusia serta menjelaskan hal-hal yang berkaitan denga kehidupan dudniawi dan ukhrawi. Demikian terlihat ia saling berkaitan, dan dengan demikian, tidak bermakna percaya kepada salah satunya kecuali setelah percaya kepada lainnya tanpa kecuali. Menolak salah satunya walau mengambil selainnya, mengakibatkan kekufuran bila pelakunya terang-terangan menolaknya, dan kemunafikan bila penolakannya terjadi secara sembunyi. Karena itu pula huruf (و) wauw yang bisa diterjamahkan dan, pada firman-Nya: (من يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر) man yakfur billahi wa mala’ikatihi wa kutubihi wa rusulihi wa al-yaum al-akhir, huruf tersebut tidak diterjemahkan dan, tetapi atau sebagaimana terbaca di atas.
Ayat ini walaupun, hanya menyebut lima hal pokok, tetapi itu tidak berarti hanya kelima hal itu yang menjadi rukun iman atau yang dituntut dari seorang mukmin untuk mempercayainya. Memang, dalam rangkaian ayat ini dan ayat-ayat yang lain tidak ditemukan iman kepada takdir, tetapi sekian banyak ayat yang menegaskan adanya takdir Allah. Di samping adanya hadits shahih yang menetapkan takdir sebagai salah sati bagian dari yang harus diimani. Memang, hendaknya wajar diakui bahwa baik dalam al-Quran maupun hadis tidak ada istilah rukun iman. Di sisi lain, perlu juga dicatat bahwa bukan hanya keenam rukun yang popular itu yang harus Rasul saw, baik melalui al-Quran maupun sunnah yang shahih semuanya harus diimani.
Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan
Ayat diatas menyatakan, dan barang siapa yang ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dalam hal berperkara serta selain dari itu dan takut kepada Allah dengan seluruh jiwanya menyangkut dosa-dosa yang pernah dilakukannya serta bertakwa kepada-Nya, yakni berusaha sejak kini untuk menghindari dari siksanya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya maka mereka itulah yang sangat tinggi kedudukannya merupakan orang-orang yang beruntung dengan memperoleh pengampunan Allah dan Surga-Nya
Kata (الفائزون) al-Fa’izun adalah bentuk jama’ dari kata (فائز) faid yakni peraih kemenangan kata tersebut terambil dari kata (فوز) fauz dan biasa diterjemahkan dengan keburuntungan atau kemenangan, Alquran menggunakan kata fauz dalam berbagai bentuknya dalam arti pengampunan dan peroleh surga.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bertakwa kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang beruntung.
2. Dan barang siapa yang kafir terhadap Allah atau Rasul-rasul-Nya maka orang-orang itu telah sesat dengan kesesatan yang jauh.
PENDAHULUAN
Sebagai mana yang telah kita ketahui bersama bahwa kita tidak akan lepas dengan apa yang namanya aturan-aturan yang terkait dengan hidup dan kehidupan kita sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk mentaati dan mematuhi segala ajarannya.
Sebagai umat islam kita harus berpegang teguh kepada tali agama Allah swt yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dan telah kita ketahui pula banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang kita jadikan pedoman menjalani kehidupan agar mencapai ridha Allah swt.
Untuk menjadi umat islam yang sempurna maka kita harus beriman kepada Allah swt dan rasulnya dan kitab-kitab yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Di kesempatan ini kami akan membahas tentang penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban mematuhi Allah dan rasul-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
136. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Setelah memerintahkan berbuat adil, dan agar keadilan dapat berkesinambungan dari seseorang dan dapat terus-menerus ditegakkan, maka dilanjutkannya dengan nasihat yang dapat mengantar ke arah penegakkan keadilan dan kesinambungannya yaitu memelihara dan terus-menerus meningkatkan keimanan. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pelihara dan asah serta asuh iman itu, demikian juga iman kepada kitab yang Allah turunkan sekaligus sebelumnya seperti Taurat, Injil, dan Zabur. Barang siapa yang membawanya kepada nabi-nabi dan barang siapa yang kafir kepada Llah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dari jenis manusia atau malaikat dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat dengan kesesatan yang sangat jauh.
Panggilan kepada orang-orang yang beriman pada awal ayat ini, yang disusul dengan perintah beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman, ada yang memahaminya dalam arti orang-orang yang beriman tetapi ada sesuatu yang kurang dalam keimanan mereka sehingga ayat ini memerintahkan untuk menyempurnakannya. Penganut faham ini menyatakan bahwa meraka yang diajak oleh ayat ini adalah sementara bekas penganut agama Yahudi yang telah masuk Islam tetapi masih terdapat dalam benak mereka hal-hal yang mereka percayai, yang tidak sejalan dengan iman Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Ada juga yang memahami ayat ini ditujukkan kepada orang-orang munafik yang memang keimanan masih sangat lemah. Selanjutnya seperti terbaca sebelum ini, ada juga yang memahaminya dalam arti perintah kepda kaum mukminin, agar mempertahankan, bahkan megnasah dan mengasuh iman mereka, agar dari hari ke hari semakin kuat. Memang iman dapat demikian kuat sehingga seperti kata Sayyidan Ali kw. “Seandainya tabir yang mencapai puncaknya).
Thatathaba’I mempunyai pendapat yang sedikit berbeda. Menurutnya perintah beriman untuk orang-orang beriman, adalah perintah mengimani rincian yang disebut oleh ayat ini. Ini menurutnya karena adanya rincian tersebut, yakni beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan seterusnya sebagaimana rincian yang disebut oleh ayat ini. Ini menurutnya karena adanya rincian tersebut, yakni beriman kepada Allah, Rasul-Nya seterusnya sebagaimana terbaca di atas, juga karena adanya ancaman bagi yang meninggalkan keimanan itu, yakni disinggung oleh akhir ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya. Rincian yang disebut oelh ayat ini berkaitan satu dengan lainnya dan mengharuskan yang beriman kepada salah satunya beriman pula pada selainnya. Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki nama-nama/sifat-sifat terpuji. Keyakinan ini mengantar pada keyakinan bahwa Dia juga yang menciptakan makhluk dan member mereka petunjuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi serta membangkitkan mereka kelak di hari kemudian. Ini tidak akan sempurna kecuali dengan mengutus para nabi dan rasul, member mereka kitab suci yang menjadi pedoman untuk menyelesaikan perselisihan manusia serta menjelaskan hal-hal yang berkaitan denga kehidupan dudniawi dan ukhrawi. Demikian terlihat ia saling berkaitan, dan dengan demikian, tidak bermakna percaya kepada salah satunya kecuali setelah percaya kepada lainnya tanpa kecuali. Menolak salah satunya walau mengambil selainnya, mengakibatkan kekufuran bila pelakunya terang-terangan menolaknya, dan kemunafikan bila penolakannya terjadi secara sembunyi. Karena itu pula huruf (و) wauw yang bisa diterjamahkan dan, pada firman-Nya: (من يكفر بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الاخر) man yakfur billahi wa mala’ikatihi wa kutubihi wa rusulihi wa al-yaum al-akhir, huruf tersebut tidak diterjemahkan dan, tetapi atau sebagaimana terbaca di atas.
Ayat ini walaupun, hanya menyebut lima hal pokok, tetapi itu tidak berarti hanya kelima hal itu yang menjadi rukun iman atau yang dituntut dari seorang mukmin untuk mempercayainya. Memang, dalam rangkaian ayat ini dan ayat-ayat yang lain tidak ditemukan iman kepada takdir, tetapi sekian banyak ayat yang menegaskan adanya takdir Allah. Di samping adanya hadits shahih yang menetapkan takdir sebagai salah sati bagian dari yang harus diimani. Memang, hendaknya wajar diakui bahwa baik dalam al-Quran maupun hadis tidak ada istilah rukun iman. Di sisi lain, perlu juga dicatat bahwa bukan hanya keenam rukun yang popular itu yang harus Rasul saw, baik melalui al-Quran maupun sunnah yang shahih semuanya harus diimani.
Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan
Ayat diatas menyatakan, dan barang siapa yang ta’at kepada Allah dan rasul-Nya dalam hal berperkara serta selain dari itu dan takut kepada Allah dengan seluruh jiwanya menyangkut dosa-dosa yang pernah dilakukannya serta bertakwa kepada-Nya, yakni berusaha sejak kini untuk menghindari dari siksanya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya maka mereka itulah yang sangat tinggi kedudukannya merupakan orang-orang yang beruntung dengan memperoleh pengampunan Allah dan Surga-Nya
Kata (الفائزون) al-Fa’izun adalah bentuk jama’ dari kata (فائز) faid yakni peraih kemenangan kata tersebut terambil dari kata (فوز) fauz dan biasa diterjemahkan dengan keburuntungan atau kemenangan, Alquran menggunakan kata fauz dalam berbagai bentuknya dalam arti pengampunan dan peroleh surga.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bertakwa kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang beruntung.
2. Dan barang siapa yang kafir terhadap Allah atau Rasul-rasul-Nya maka orang-orang itu telah sesat dengan kesesatan yang jauh.
Langganan:
Postingan (Atom)